PWDPI Purwakarta Dampingi Kasus Sengketa Tanah di Desa Pasawahan

Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (DPC PWDPI) yang turut memberikan pendampingan bagi para pihak yang terlibat sengketa tanah.
Purwakarta – Sengketa tanah masih menjadi isu utama dalam konteks hukum properti di Indonesia, salah satunya terjadi di Desa Pasawahan, Kabupaten Purwakarta.
Sengketa tanah seluas 121 m² ini melibatkan Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (DPC PWDPI) yang turut memberikan pendampingan bagi para pihak yang terlibat. Kasus ini menjadi contoh nyata dari kompleksitas pengaturan hukum tanah di Indonesia.
Permasalahan bermula dari pembelian tanah seluas 300 m² oleh H. Dayat dari Abdul. Sebagian tanah tersebut kemudian dijual oleh H. Salam kepada Sarif dan sebagian lainnya dialokasikan untuk jalan lingkungan.
Namun, ketika sertifikat tanah diterbitkan, hanya tercatat seluas 164 m² atas nama Hj. Epon, istri H. Dayat. Sementara itu, sertifikat lainnya seluas 121 m² terdaftar atas nama H. Salam, yang memicu ketidaksesuaian dan sengketa antar pihak.
"Saya dan istri merasa dirugikan karena tanah yang kami beli tidak sesuai dengan sertifikat yang dikeluarkan," ungkap H. Dayat.
Di sisi lain, H. Salam mengklaim bahwa sertifikat yang ia pegang adalah sah secara hukum. Ketidakcocokan ini mencerminkan tantangan dalam sistem registrasi tanah di Indonesia yang sering kali menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Sebagai langkah awal, mediasi telah dilakukan di Desa Pasawahan untuk mencari solusi damai. Namun, upaya ini tidak menghasilkan kesepakatan. Kasus tersebut kini dilanjutkan ke Pengadilan Negeri Purwakarta.
"Kami berharap proses hukum yang berjalan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat," kata Dadang Hermawan, pengurus DPC PWDPI Purwakarta.
DPC PWDPI Purwakarta mengambil peran aktif dalam pendampingan kasus ini. Ketua DPC PWDPI Purwakarta, Maman Mulyana, menegaskan bahwa pihaknya akan mendukung penuh hingga kasus ini memperoleh kejelasan hukum.
"Saya siap mendampingi hingga ke pengadilan, bahkan kami akan memfasilitasi pengacara untuk membantu proses hukum," ujar Maman.
Sengketa tanah tidak hanya menjadi persoalan hukum, tetapi juga berdampak pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Tanah merupakan sumber kehidupan yang vital, sehingga ketidakpastian hukum dalam kepemilikannya dapat mengganggu stabilitas kehidupan warga.
"Penting bagi masyarakat untuk memahami hak-hak mereka terkait kepemilikan tanah agar masalah seperti ini tidak terulang," tambah Maman.
Kasus ini menjadi pengingat akan perlunya perbaikan dalam sistem registrasi dan administrasi tanah di Indonesia. Harapan besar ditujukan pada proses hukum yang adil dan transparan, serta peran masyarakat, seperti DPC PWDPI, dalam memastikan keadilan tercapai.
(TIM)
Editor :Yefrizal