Bantuan Sosial Jelang Pemilu 2024
Politisasi Bansos Semakin Meningkat Jelang Pilpres 2024

credit : Pemerintah Kota Mobagu
Pada masa menjelang Pemilihan Presiden 2024, masyarakat Indonesia akan sering menemukan para politikus atau caleg yang memberikan bantuan sosial (bansos). Bansos, dijadikan sebagai instrumen kemanusiaan untuk membantu warga yang membutuhkan, dengan niat kepentingan politik yang berkembang pesat.
Pemilihan umum dalam sistem demokrasi ini sering kali menjadi panggung strategis bagi para calon legislatif yang berlomba-lomba merebut kekuasaan. Salah satu metode yang semakin menjadi tren adalah memanfaatkan bantuan sosial ini, sebagai alat untuk meraih dukungan dan memastikan kemenangan, bahkan jika itu berarti melibatkan praktik-praktik yang kontroversial.
Bantuan sosial, yang semestinya menjadi penopang kehidupan bagi warga yang membutuhkan, kini diubah menjadi alat politik. Para calon legislatif menjadikan bantuan ini sebagai selimut untuk mencapai tujuan politik mereka. Praktik ini seringkali dilakukan dengan berbagai cara, termasuk pengaturan distribusi bantuan berdasarkan preferensi politik, yang berujung pada ketidaksetaraan akses bagi masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat secara adil. Dengan kata lain, bantuan sosial yang seharusnya memang diberikan oleh negara malah berubah menjadi senjata politik yang dapat mengkotak-kotakkan masyarakat.
Adanya peluang untuk memanfaatkan bantuan sosial dalam politik di dalam sistem demokrasi bukanlah fenomena yang mengejutkan. Sistem ini melahirkan kebebasan perilaku dan memberikan ruang bagi strategi politik yang dapat menarik pemilih bagaimanapun caranya. Sistem saat ini yang meletakkan kebebasan perilaku sebagai salah satu pilar utamanya juga berpotensi mengabaikan aturan agama dalam kehidupan.
Masalah ini adalah dampak dari tingkat kemiskinan Indonesia yang tinggi, memerlukan pendekatan yang lebih mendalam dan komprehensif untuk mencapai solusi yang berkelanjutan. Negara harus mampu mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan kemiskinan, bukan hanya memberikan respons singkat dengan bantuan sosial berulang.
Apalagi, ketika pendekatan tersebut dipolitisasi menjelang pemilihan umum, risiko penyalahgunaan dan ketidaksetaraan dalam distribusi bantuan sosial semakin meningkat. Pada dasarnya dalam sistem ini akan sulit untuk menyelesaikan rantai permasalahan ini karena masyarakat belum paham bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan rakyat, dan para pemimpin harus memahami bahwa dalam Islam menjadi aparat negara adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Islam sebagai agama tidak hanya memberikan pedoman dalam aspek spiritual, tetapi juga membawa prinsip-prinsip yang relevan dalam tatanan sosial dan politik. Islam menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu prioritas utama. Al-Qur'an dan hadis menyediakan landasan untuk pemberdayaan masyarakat secara individu. Prinsip zakat, infaq, dan sedekah menekankan pada konsep berbagi kekayaan dan mengurangi kesenjangan sosial.
Negara dalam konteks Islam diwajibkan untuk mengelola sumber daya ekonomi dengan adil dan memastikan distribusi kekayaan yang merata. Islam juga menetapkan bahwa para pemimpin, baik dalam tingkat negara maupun komunitas, memiliki tanggung jawab moral dan etika yang tinggi. Kekuasaan yang diberikan Allah Swt adalah amanah, dan penguasa harus bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan mereka di dunia dan di akhirat.
Islam menetapkan bahwa pemerintahan harus dijalankan sesuai dengan hukum syara (syariat Islam). Ini mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial. Pemimpin diharapkan untuk mengambil keputusan yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai Islam karena tugas pemimpin adalah mengurusi permasalahan umat. Hukum-hukum syara yang melibatkan keadilan, keseimbangan, dan kebijakan yang mensejahterakan rakyat harus diutamakan dalam proses pengambilan keputusan.
Islam juga mendorong pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang berkepribadian Islam. Pendidikan dan pembinaan karakter menjadi fokus utama agar masyarakat memiliki kualitas moral yang tinggi. Konsep amanah dan jujur menjadi landasan bagi karakter yang kokoh dan bertanggung jawab. Pemimpin yang dipilih oleh masyarakat harus mencerminkan nilai-nilai Islam dalam kepribadian dan tindakan mereka.
Dalam keseluruhan, Islam sebenarnya menyediakan kerangka kerja yang kokoh untuk pembangunan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Pemimpin diingatkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan adil, transparan, dan berdasarkan nilai-nilai Islam. Masyarakat juga memiliki peran dalam memilih pemimpin yang kompeten dan berkepribadian Islam bukan yang hanya menyebar janji manis semata.
Editor :Tim Sigapnews